SUMENEP, Rilpolitik.com – Program Upper Land Development (UPLAND) kembali menuai sorotan. Pengamat kebijakan publik Fauzi AS menyatakan, proyek Upland yang seharusnya menjadi solusi pembangunan pertanian di kawasan dataran tinggi, kini justru diduga kuat telah dibajak menjadi ruang subur praktik rente oleh segelintir elite lokal.
Menurut Fauzi, program dengan anggaran puluhan miliar sejak tahun 2022 telah mengalami penyimpangan sistematis yang merugikan petani dan mencoreng integritas tata kelola anggaran negara.
“Petani tidak diberdayakan, tapi dipalak secara halus lewat skema ‘koordinasi teknis’ yang mewajibkan setoran 20 persen sebelum bantuan turun. Ini bukan kontribusi, melainkan bentuk upeti modern,” ujar Fauzi dalam keterangannya Minggu (29/6/2025)
Tak hanya pungutan liar, Fauzi bahkan menyebut kelompok tani dipaksa membeli peralatan dari toko tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Harga barang jauh lebih tinggi dari harga pasar, tanpa ruang negosiasi. Dugaan praktik monopoli ini memperparah kerugian kelompok tani yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.
Lebih jauh, Fauzi juga mengamati adanya indikasi konflik kepentingan dalam pendistribusian bantuan.
“Ada dua kelompok penerima yang terafiliasi dengan satu keluarga besar yang punya pengaruh dalam lingkar proyek. Ini jelas menunjukkan bahwa program telah dikendalikan bukan oleh kepentingan publik, tapi kepentingan politik,” tegasnya.
Ironisnya, program ini masih terus berjalan dan bahkan mendapatkan tambahan anggaran pada 2025, tanpa adanya evaluasi menyeluruh atau langkah korektif yang tegas dari pemerintah pusat.
Kegiatan seremonial seperti panen raya yang pernah digelar, menurut Fauzi juga hanya menjadi panggung formalitas yang hanya berorientasi pada citra, sebab komoditas yang dipanen diduga kuat bukan berasal dari bantuan program.
“Program UPLAND bukan gagal karena teknis. Ia gagal karena dirancang untuk mengakomodasi rente dan melanggengkan patronase. Ini bukan hanya soal salah urus, tapi soal pelanggaran prinsip keadilan,” tambahnya.
Desakan Penegakan Hukum
Fauzi menyerukan agar program UPLAND di Sumenep dijadikan prioritas penanganan hukum oleh aparat penegak hukum, termasuk KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
“Kami mengajak aparat penegak hukum, jurnalis, akademisi, dan masyarakat sipil untuk bersama sama menjadikan proyek UPLAND sebagai kasus hukum. Karena jika tidak, ini akan terus jadi warisan busuk dalam sejarah pertanian sumenep,” tegas Fauzi.
Selain itu, IFAD dan ISDB sebagai mitra internasional diminta untuk tidak menutup mata terhadap dugaan skandal dan penyalahgunaan dana yang mereka salurkan.
“Apakah IFAD, ISBD, dan negara tahu bahwa dana yang mereka pinjamkan demi kesejahteraan petani justru dijadikan celengan politik oleh segelintir elit lokal?,” tanya Fauzi.
“Kami tidak menolak bantuan. Yang kami tolak adalah penyimpangan. Jika ini dibiarkan, UPLAND akan menjadi preseden buruk tentang bagaimana proyek pembangunan bisa dikendalikan oleh dinasti lokal,” kata Fauzi.
Fauzi juga melayangkan permintaan khusus kepada pemerintah, khususnya Menteri Pertanian untuk melakukan audit independen dan menyampaikan hasilnya ke publik sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik.
“Dan kepada negara, kepada pak menteri pertanian, apakah anda tahu atau pura-pura tidak tahu? Apakah ini memang dibiarkan agar siapa saja yang dekat kekuasaan bisa ikut menikmati remah-remah anggaran?,” pungkasnya.