JAKARTA, Rilpolitik.com – Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisah pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mulai 2029 mendatang.
“Putusan tersebut sejalan dengan salah satu poin rekomendasi Komnas HAM kepada Pemerintah dan DPR dalam Kertas Kebijakan terkait Perlindungan dan Pemenuhan HAM bagi Petugas Pemilu yang dirilis 15 Januari lalu,” kata Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah dalam rilis resmi pada Minggu (29/6/2025).
Komnas HAM menilai putusan MK yang dibacakan Kamis (26/6/2025) itu sebagai langkah progresif untuk mendorong terwujudnya Pemilu yang lebih ramah HAM.
“Dari sisi penyelenggara Pemilu, desain Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal akan membagi beban pekerjaan para petugas Pemilu, terutama pada proses pemungutan suara oleh Petugas TPS, sehingga pelaksanaan pekerjaan lebih terarah dan terukur (manageable),” terangnya.
Komnas HAM menyebut Pemilu 2019 dan 2024 dengan 5 surat suara menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kecelakaan kerja Petugas TPS, baik petugas yang meninggal dunia maupun jatuh sakit. Sebab, beban kerja mereka melebihi batas kewajaran.
“Proses pemungutan dan penghitungan 5 (lima) surat suara pada umumnya berakhir di pagi hari berikutnya. Para Petugas Pemilu memikul beban kerja yang melebihi batas kewajaran dan dengan waktu istirahat yang sangat terbatas,” ujar dia.
“Kondisi ini diperburuk dengan tingginya tekanan psikis dari pendukung capres atau partai politik dan kekhawatiran terhadap kesalahan teknis yang mungkin terjadi pada pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara di TPS,” imbuhnya.
Selain itu, putusan MK tersebut juga dinilai sejalan dengan pemenuhan hak atas pekerjaan layak karena secara signifikan akan mengurangi beban kerja petugas pemilu, memotong waktu kerja menjadi lebih pendek, serta memungkinkan waktu beristirahat yang lebih panjang.
Sementara dari sisi pemilih, Komnas HAM menilai desain pemilu nasional dan pemilu lokal akan memberi kesempatan bagi pemilih untuk mendapatkan hak atas informasi kepemiluan yang lebih baik.
“Pemilu 2019 dan 2024 dengan 5 (lima) surat suara sangat membingungkan bagi pemilih, sebab semua isu terfokus pada Pilpres. Isu Pileg senyap, dan bahkan isu-isu lokal nyaris tidak mendapat tempat. Pemilih juga seringkali mengalami kebingungan, diantaranya adalah karena banyaknya surat suara DPD yang tidak sah karena tidak dicoblos sama sekali oleh pemilih,” jelasnya.
Sebab itu, menurut Anis, dengan adanya pembagian pemilu nasional dan pemilu lokal, maka pemilih akan lebih fokus pada isu-isu pusat pada pemilu nasional dan isu-isu kedaerahan pada pemilu lokal.
“Hal ini akhirnya akan berkontribusi pada pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis, di mana salah satu prasyaratnya adalah pemilih yang terinformasi dengan baik (well-informed voters) sehingga mampu memilih secara rasional, bukan karena sentimen SARA atau terpapar hoax,” katanya.
Lebih lanjut, Komnas HAM menilai putusan MK menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas pemilu di masa yang akan datang.
“Sehingga pengalaman kelam kematian ratusan petugas pemilu pada tahun 2019 dan 2024 tidak terulang kembali,” pungkasnya.
(Ah/rilpolitik)