SUMENEP, Rilpolitik.com – Ketua DPW Asosiasi Pengacara Syariah (APSI) Jawa Timur, Sulaisi Abdurrazaq mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolres Sumenep AKBP Henri Noveri Santoso di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Jawa Timur.
Gugatan ini diajukan Sulaisi mewakili lima kliennya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.
Kelima tersangka adalah Hoza, Yusuf, Moh Mansyur, Sulis Heriyanto, dan Sutanto. Mereka adalah perangkat Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep.
Kasus ini berawal dari pemberian mandat Pemerintah Desa (Pemdes) Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep kepada 10 orang termasuk 5 tersangka untuk kerja bakti pelebaran jalan menuju wisata Pantai Badur dalam rangka menyambut Event Ojhung di Pantai Badur.
Kerja bakti itu dianggap menganai bibit padi milik warga sehingga berujung pada pelaporan polisi. Sementara Pemdes Badur mengklaim tidak ada bibit padi yang terimbas pelebaran jalan, kecuali rerumputan liar di pinggir jalan.
Di sisi lain, Pemdes Badur juga mengklaim lahan yang digarap untuk pelebaran jalan itu merupakan tanah kas desa (TKD).
Atas dasar itu, Sulaisi menilai penetapan status tersangka terhadap kliennya oleh Polres Sumenep ngawur dan sewenang-wenang.
“Pertama, salah mengenai pelaku/orang/subjek hukum karena para tersangka adalah perangkat desa & tokoh masyarakat yang menerima mandat untuk kerja bakti dari Pemdes,” kata Sulaisi dalam keterangannya yang diterima rilpolitik.com pada Jumat (13/9/2024) malam.
Ia kemudian menjelaskan, Pasal 14 ayat (8) UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang memberi ketentuan bahwa ”Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi mandat”.
“Artinya terhadap kewenangan yang diperoleh melalui surat mandat tanggungjawab dan tanggung gugat berada pada pemberi mandat, bukan pada para tersangka,” jelasnya.
“Itulah mengapa penyidik harus punya pengetahuan tentang hukum pemerintahan, jangan hanya tahunya mau menghukum orang,” sambungnya.
Kedua, lanjut dia, salah mengenai hukumnya atau penerapan hukum karena pejabat yang diberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana. Padahal, katanya, Pasal 170 adalah delik Kejahatan terhadap Ketertiban Umum.
“Bagaimana bisa pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan menggunakan anggaran negara dijerat dengan delik Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum,” ujarnya.
Hal itu, kata Sulaisi, semakin menegaskan bahwa penyidik tidak memiliki wawasan hukum pemerintahan sehingga ugal-ugalan menetapkan kliennya sebagai tersangka.
“Saya meminta agar Pengadilan Negeri Sumenep mengoreksi perilaku penyidik agar tidak salah menerapkan hukum dan tidak menjerat orang yang tidak bersalah,” pungkasnya.
Adapun sidang perdana praperadilan akan digelar di PN Sumenep pada Senin (23/9/2024) mendatang.
(War/rilpolitik)