SUMENEP, Rilpolitik.com – Aktivis dan pengamat kebijakan publik, Fauzi As meminta Sutan Hady Tjahyadi untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumenep.
Desakan mundur itu disampaikan Fauzi As merespons kehadiran Sutan dalam pelantikan pengurus Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Kecamatan Kabupaten Sumenep hari ini, Minggu (10/11/2024).
Dalam pelantikan tersebut, Achmad Fauzi Wongsojudo selaku Ketua Percasi Jawa Timur, yang kini berstatus sebagai calon bupati petahana dari PDI Perjuangan turut hadir.
Fauzi As berpandangan bahwa telah terjadi konflik kepentingan antara Sutan selaku Ketum KONI sekaligus anggota DPRD dari PDIP dengan Achmad Fauzi selaku calon bupati petahana Sumenep dari partai yang sama.
Sebagai informasi, KONI merupakan lembaga yang mendapat sumber pendanaan dari negara.
“Itu konflik kepentingan. Ketua KONI DPRD Sumenep, dan Fauzi sebagai Ketua Percasi,” kata Fauzi As kepada rilpolitik.com pada Minggu (10/11/2024).
Karena itu, pria berambut gondrong itu meminta Sutan untuk melepaskan jabatannya sebagai Ketum KONI Sumenep supaya tidak terjadi konflik kepentingan.
“Saya mendesak supaya Ketua KONI mundur agar tidak memicu dugaan yang mengarah pada penggunaan anggaran KONI untuk kepentingan politik petahana,” ujar dia.
“Mengingat Fauzi Sebagai calon Bupati dari PDIP dan Ketua Koni Sebagai DPRD Sumenep dari Partai yang Sama, ini sangat mengarah pada conflict of interest,” sambungnya.
Lebih lanjut, loyalis Paslon 1 KH Ali Fikri-Unais Ali Hisyam (FINAL) itu mengingatkan seluruh pejabat pemerintah untuk tidak melakukan penyelewengan dalam mengelola keuangan negara demi kepentingan politik paslon petahana.
“Kita menghimbau pada pihak-pihak yang diberikan kewenangan untuk mengelola uang negara jangan selalu melanggar asas asas kepatutan di mana program-program diadakan tidak dalam rangka membantu rakyat, tetapi membantu kepentingan menaikkan elektabilitas petahana,” ujarnya.
Penggunaan anggaran negara secara serampangan demi kepentingan elektoral paslon, katanya, dapat merusak masa depan demokrasi Indonesia.
“Ini dapat membawa dampak yang sangat buruk bagi masa depan demokrasi kita,” pungkasnya.
(War/rilpolitik)