SUMENEP, Rilpolitik.com – Calon Bupati petahana Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo disebut tak pernah datang dalam beberapa kali undangan untuk debat dan diskusi selama masa kampanye Pilkada Sumenep 2024. Hal itu disampaikan aktivis pro demokrasi, Kurniadi.
Kurniadi melihat Fauzi pilih-pilih undangan yang hendak dihadiri. Menurutnya, Ketua DPC PDI Perjuangan Sumenep itu lebih rajin menghadiri kegiatan kelompok yang sekiranya secara politik mudah dikibuli.
Sementara untuk kegiatan dengan segmentasi audiens kelompok intelektual, katanya, Fauzi dan partai pendukungnya justru enggan hadir.
“Kita lihat dari kegiatan politik menjelang pemungutan suara di masa kampanye. Bupati kita ini dalam berbagai kesempatan debat tidak pernah datang,” kata Kurniadi dalam Diskusi Publik bertajuk, ‘Politik Gentong Babi: Membongkar Praktik Culas Bandar di Pilkada Madura’ yang diselenggarakan rilpolitikcom pada Jumat (22/11/2024).
“Tapi kalau kegiatan-kegiatan yang itu mudah dikibuli gitu, kalau segmennya segmen menengah ke bawah, dia pasti rajin dateng. Tapi kalau sudah menyangkut segmen kelas menengah ke atas, intelektual, nggak dateng,” sambungnya.
Advokat nyentrik itu pun mengkritik keras Fauzi. Dia menilai sikap Fauzi yang enggan hadiri kegiatan diskusi tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang terkait edukasi politik.
“Saya berpendapat bupati kita emang sangat politiking. Dalam arti, tidak mau menjalankan amanah Undang-Undang bahwa susbtansi politik itu adalah momentum edukasi politik atau pendidikan politik. Sehingga pada setiap forum dia seharusnya datang dan menyampaikan,” ujarnya.
Dia pun mengingatkan Fauzi untuk tidak selalu berpikir keuntungan dalam setiap kegiatan yang dihadiri. “Jangan dikalkulasi dari keuntungan saya apa,” ucapnya.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Madura itu sangat kecewa dengan Fauzi dan partai politik pendukungnya. Menurutnya, mereka sudah mengabaikan aspek edukasi politik yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
“Itu namanya mengabaikan aspek edukasi politik yang sebenarnya itu adalah menjadi kewajiban pasangan calon berikut partai-partai yang memberikan dukungan. Nah, itu minus sekali,” katanya.
Alih-alih mengedukasi, lanjutnya, pemilih justru didekati dengan politik uang yang dapat merusak demokrasi.
“Jadi saya kecewa dengan cara politik yang seperti ini di mana rakyat atau masyarakat pemilih dilakukan edukasi justru didekati dengan cara iming-iming uang,” tegasnya.
(Ah/rilpolitik)