Rilpolitik.com, Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan sanksi berupa pemecatan kepada Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Anwar dianggap telah melakukan pelanggaran etik berat dalam proses lahirnya putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi landasan ponakannya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai Cawapres 2024.
Pemecatan Anwar Usman itu tertuang dalam Putusan Perkara Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie pada Selasa (7/11/2023).
Politikus PDI Perjuangan Deddy Yevri Hanteru Sitorus merespon putusan tersebut. Menurutnya, cacatnya proses lahirnya putusan MK 90 yang berujung pada pemecatan terhadap ketuanya ini akan menjadi catatan sejarah demokrasi di Indonesia.
“Demokrasi bukan sekedar rakyat mencoblos di bilik suara, tetapi proses menuju ke sana,” kata Deddy dikutip dari akun X-nya, @deddysitorus pada Rabu (8/11/2023).
Cacat etik tersebut, kata Deddy, akan menjadi warisan sebagai monomen keserakahan penguasa.
“Cacat warisan ini akan tercatat dalam sejarah selamanya sebagai monumen keserakahan kuasa yang memalukan!” tegasnya.
Diketahui, Putusan MK 90 yang mengubah syarat capres-cawapres tak perlu umur 40 tahun asal sudah pernah atau sedang menjabat kepala daerah yang dipilih melalui mekanisme pemilu atau pilkada itu menuai kontroversi. Anwar Usman yang ikut memutus perkara tersebut dinilai penuh dengan konflik kepentingan untuk memuluskan jalan sang ponakan, Gibran ikut kontestasi Pilpres 2024.
MK kemudian membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai respon atas banyaknya laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi pasca putusan tersebut.
Kini, MKMK sudah selesai menyidangkan dan memutus perkara tersebut. Salah satu putusannya adalah memecat Anwar Usman dari jabatan Ketua MK atas pelanggaran etik berat.
“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat,” kata Jimly.
“Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” sambungnya.
(Abn/rilpolitik)