Rilpolitik.com, Jakarta – Pengamat politik Saidiman Ahmad menyoroti adanya pujian yang menganggap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto lebih terbuka ketimbang PDI Perjuangan dalam menghadapi Pilpres 2024.
“Ada yang memberi pujian tinggi pada Prabowo Subianto karena dianggap membuka diri dan berusaha merangkul kelompok yang dulu menjadi lawan politiknya,” kata Saidman melalui akun Twitternya, @saidiman pada Jumat (18/8/2023).
Salah satu peristiwa yang dianggap fenomenal, kata Saidiman, adalah kunjungan Prabowo Subianto ke kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI merupakan salah satu partai yang sangat keras mengkritik Prabowo.
“Pujian ini semakin meninggi ketika Golkar dan PAN bergabung dengan Gerindra dan PKB mengusung Prabowo sebagai calon presiden,” tutur Saidiman.
Besarnya dukungan terhadap Prabowo dianggap sebagai bukti keterbukaan Menteri Pertahanan itu menerima siapa saja untuk sama-sama berjuang pada Pilpres 2024.
Berbeda dengan PDI Perjuangan. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu dinarasikan tertutup bahkan menyeleksi partai yang hendak mendekat. Pada pokoknya PDI Perjuangan dianggap dikucilkan partai-partai besar karena sikapnya yang tertutup.
“Prabowo dianggap merangkul, PDI Perjuangan memukul. Kira-kira begitu narasi yang mereka bangun,” papar Saidiman.
Saidiman mengatakan, pujian terhadap Prabowo itu samgat berlebihan dan tidak tepat. Satu hal fundamental dan mungkin tidak disadari, katanya, PDI Perjuangan merupakan pemenang Pemilu legislatif dan presiden sekaligus.
Menurutnya, PDIP justru yang sebenarnya merangkul Gerindra dan Prabowo masuk ke dalam koalisi pemerintahan meskipun mereka sebelumnya berhadapan.
“PDI Perjuangan merangkul lawan politik setelah mereka menang Pemilu. Merangkul Gerindra dan Prabowo atau tidak, tidak akan membuat posisi PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu menjadi batal,” tuturnya.
Sementara Prabowo, lanjutnya, tindakan merangkul yang dia lakukan adalah dalam rangka memperluas dukungan untuk masuk ke kekuasaan.
“Bagi yang sedang maju dalam pemilihan, adalah hal yang sangat wajar jika dia mencari dukungan seluas-luasnya. Itu bukan soal dia terbuka atau tidak, tapi memang seharusnya begitu,” katanya.
“Sikap terbuka atau tidak, berjiwa merangkul atau tidak, bukan ditentukan di masa kampanye penggalangan massa. Karakter itu justru dibuktikan di luar masa pemilihan umum,” imbuhnya.
Saidiman juga tidak setuju bergabungnya Prabowo ke kabinet dianggap sebagai sebuah sikap legowo Prabowo. Menurutnya, siapapun pasti mau ditawari jabatan menteri.
“Itu bukan sikap legowo. Legowo itu artinya mengakui keunggulan lawan di hari pertama anda terlihat kalah, bukan malah sujud syukur seolah-olah menang dan kirim massa ke Bawaslu. Diajak jadi menteri sih siapa yang nolak?” sindir Saidiman.
(Abn)