NasionalPolitik

Denny Curiga Uji Materi Syarat Usia Capres-Cawapres Upaya Langgengkan Dinasti Jokowi

6188
×

Denny Curiga Uji Materi Syarat Usia Capres-Cawapres Upaya Langgengkan Dinasti Jokowi

Sebarkan artikel ini
Denny Indrayana. [Tangkapan layar]

Rilpolitik.com, Jakarta – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saat ini tengah mengajukan Judicial Review (JR) atau uji materi persyaratan batas usia minimal capres dan cawapres dalam Pasal 169 huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK)

Dalam permohonannya, PSI mengatakan syarat umur minimal capres-cawapres bertentangan dengan UUD 1945. Sebab itu, PSI meminta agar MK menurunkan batas usia minimal capres-cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Terkait hal itu, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai permohonan tersebut bukan semata-mata memperjuangkan hak politik anak muda, tetapi demi kepentingan keluarga rezim Jokowi.

“Mudah dipahami, penurunan umur itu, bukan semata isu hukum, bukan semata soal memperjuangkan hak orang muda, tetapi dibaliknya ada intrik politik untuk membuka peluang Gibran Jokowi masuk ke dalam gelanggang Pilpres 2024,” kata Denny Indrayana melalui akun Twitternya pada Senin (24/7/2023).

Menurut Denny, soal umur tidak ada kaitannya dengan konstitusionalitas apakah bertentangan atau tidak dengan konstitusi. Ia pun menyebut MK tak punya kewenangan menentukan batas minimal umur capres-cawapres.

“Soal umur, karenanya adalah open legal policy, artinya menjadi kewenangan pembuat undang-undang untuk menentukannya dalam proses legislasi (parlemen), BUKAN kewenangan MK untuk menentukan batas umur capres-cawapres melalui proses ajudikasi (peradilan),” jelas Denny.

Sebab itu, lanjutnya, MK seharusnya menolak permohonan PSI. “Kalaupun misalnya PSI dianggap punya legal standing sekalipun, permohonan semestinya DITOLAK!” tegasnya.

“Namun, itu jawaban cepat dan mudah. Sebagaimana, seharusnyalah isu syarat umur capres-cawapres ini memang tidak sulit,” imbuhnya.

Sayangnya, lanjut Denny, persoalan hukum di Indonesia seringkali rumit, karena faktor non-hukum, termasuk faktor intrik politik.

“Maka, memahami hukum Indonesia, tidak cukup secara normatif saja. Tidak cukup tekstual, tetapi juga kontekstual sosial politik, yang sayangnya cenderung koruptif dan manipulatif,” ujarnya.

Karena itu, mantan wakil menteri hukum dan HAM itu mengajak semua pihak, termasuk praktisi hukum, untuk tidak hanya berfikir tekstual, tetapi juga menolak penurunan syarat umur capres-cawapres menjadi 35 tahun itu.

“Justru karena faktor Gibran Jokowi, maka MK akan menabrak norma dan etika konstitusional kalau memutuskan batas umur turun menjadi 35 tahun,” katanya.

Bahwasanya MK adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka, jelas diatur dalam teks konstitusi. Namun, dalam realitas konteksnya, MK yang merdeka harus diperjuangkan, dan dikondisikan bersih dari pengaruh politik kekuasaan, termasuk dari Presiden Jokowi.

“Saya berpendapat, MK harus dijaga dan dikontrol agar merdeka dari kepentingan politik siapapun yang mendorong peluang pencawapresan Gibran Jokowi,” ujarnya.

Menurutnya, PSI tidak bisa dilihat sebagai parpol yang independen, tanpa tegak lurus kepada Jokowi secara pribadi. PSI sudah mempunyai rekam jejak yang panjang untuk selalu sejalur dengan kepentingan politik pribadi Jokowi. Termasuk soal dinasti Jokowi dan rencana pencalonan Kaesang Pangarep di Depok, Jawa Barat.

“Maka kemungkinan permohonan uji syarat umur cawapres menjadi 35 tahun, mesti dibaca pula sebagai upaya PSI dan Jokowi untuk membuka peluang Gibran Jokowi menjadi Cawapres–mestinya bukan Capres, di 2024,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *