Penulis adalah Asip Irama, Direktur Eksekutif Indopublika.
Kepemimpinan bukan sekadar soal kebijakan dan program, tapi juga soal nyali ketika badai datang. Dan di negeri yang terlalu sering menyaksikan pejabat bersembunyi di balik protokol, kehadiran seorang menteri yang datang tanpa dipanggil ke KPK—membawa sendiri klarifikasi atas isu yang menyeret keluarganya—adalah peristiwa yang layak dicatat sebagai pelajaran tentang marwah dan keteladanan.
Nama Maman Abdurrahman, Menteri Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), mendadak jadi sorotan setelah beredar surat resmi dari kementeriannya. Surat itu ditujukan kepada enam kantor perwakilan RI di Eropa, meminta pendampingan untuk istrinya, Agustina Hastarini, dalam kunjungan ke luar negeri yang disebut sebagai “misi budaya”. Isu pun melebar: publik mencurigai penggunaan fasilitas negara untuk keperluan pribadi. Lembaga seperti MAKI bahkan mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.
Namun dalam kegaduhan itu, Maman tidak memilih diam. Ia tidak menyalahkan staf, tidak mengulur waktu, tidak pula mengunci mulut di balik kata-kata “prosedur masih ditelusuri”. Ia justru datang sendiri ke KPK—tanpa dipanggil—membawa bukti bahwa perjalanan sang istri sepenuhnya dibiayai secara pribadi.
Semua dokumen pembayaran—tiket, akomodasi, konsumsi, transportasi—sudah ada sejak Mei. Bahkan, perjalanan itu bukan dalam kapasitas negara, melainkan karena mendampingi anak mereka yang ikut kegiatan budaya di beberapa negara Eropa. Dalam bahasa sederhana: tak ada uang negara yang digunakan, tak ada fasilitas negara yang diminta.
Langkah ini bukan sekadar klarifikasi administratif. Ini adalah pernyataan moral. Di zaman ketika pejabat cenderung berlindung di balik sekat protokoler dan kuasa birokrasi, keberanian datang lebih dulu dari panggilan hukum adalah bentuk integritas yang langka. Sebuah isyarat bahwa marwah kepemimpinan tak hanya dibentuk oleh pidato dan program, tetapi oleh cara menghadapi sorotan.
UMKM bukan sekadar empat huruf dalam peta ekonomi nasional. Di balik singkatan itu, ada puluhan juta rakyat kecil yang menggantungkan hidup, harapan, dan harga dirinya. Sektor ini selama bertahun-tahun sering dinarasikan sebagai “tulang punggung ekonomi”, tapi terlalu sering pula dipinggirkan dalam prioritas kebijakan.
Kini, ketika Maman Abdurrahman dipercaya memimpin kementerian ini, publik tentu berharap pada keberpihakan, bukan hanya statistik. Dan keberpihakan bukanlah soal retorika, tapi tentang sikap—termasuk sikap saat ia pribadi dan keluarganya menjadi sasaran sorotan. Bahwa ia tidak lari, tidak menunda, tidak menghindar, menunjukkan bahwa kepercayaan bisa ditanamkan bukan hanya lewat program, tetapi lewat contoh.
Tentu saja, surat yang beredar tetap harus ditelusuri. Ada pekerjaan rumah di internal birokrasi Kemenkop UKM—tentang siapa yang mengeluarkan surat, mengapa bisa tersebar, dan bagaimana kontrol administratif dijalankan. Namun, kita mesti adil sejak awal: jika yang bersangkutan sudah datang sendiri dan menjelaskan tanpa tekanan, maka ruang apresiasi harus dibuka selebar kritik.
Terlalu banyak pejabat di negeri ini yang hanya bicara ketika disudutkan. Terlalu banyak pembelaan yang baru lahir ketika tekanan datang dari publik. Tapi Maman tidak menunggu diminta. Ia tahu bahwa marwah seorang pemimpin tak hanya diuji saat ia membagikan bantuan UMKM, tapi juga saat namanya digoyang oleh tafsir publik.
Dan dari caranya merespons, kita tahu: ada yang sedang ditanam. Bukan sekadar kepercayaan kepada lembaga, tapi juga contoh bahwa jabatan publik tak selalu identik dengan arogansi. Di dalamnya bisa tumbuh kerendahan hati, keberanian, dan kejelasan niat.
Ketika UMKM dipercayakan kepadanya, Maman tahu ia tidak hanya mengurus soal subsidi dan pelatihan. Ia memikul harapan jutaan pelaku usaha kecil, dan sekaligus memanggul cermin publik yang terus menatap. Dan dalam situasi seperti ini, ia memilih menjawab dengan langkah, bukan dengan retorika.
Maka mari berlaku adil. Bila kita cepat mencela ketika pejabat salah, mari kita juga cepat memberi hormat ketika seorang menteri memilih jujur dan bertanggung jawab—bahkan sebelum ada yang memintanya.