NasionalPolitik

Nana Sujana: Dari Intelijen ke Meja Pemerintahan, Jejak Prestasi Sang Jenderal

×

Nana Sujana: Dari Intelijen ke Meja Pemerintahan, Jejak Prestasi Sang Jenderal

Sebarkan artikel ini
Nana Sujana.

Dalam dunia yang keras dan tak terlihat, di mana strategi lebih berharga dari suara, dan dedikasi tak selalu mendapat sorotan, nama Komjen Polisi (Purn) Drs. Nana Sujana, MM., mengakar sebagai simbol kerja senyap yang berdampak besar.

Lahir di Cirebon, Jawa Barat, pada 26 Maret 1965, Nana tumbuh dalam kultur masyarakat yang menjunjung tinggi etika kerja dan keteguhan prinsip. Jejak langkahnya di institusi Kepolisian Republik Indonesia membuktikan bahwa kepemimpinan sejati bukan sekadar soal jabatan, melainkan tentang integritas, keberanian, dan pengabdian tanpa pamrih kepada negara.

Nana Sujana merupakan figur yang meniti karir dari dunia intelijen kepolisian hingga ke puncak birokrasi sipil sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah. Jejak karir yang cemerlang di Kepolisian membuat Nana dikenal sebagai sosok yang berkarakter tegas, teliti, dan efektif dalam menyelesaikan persoalan—baik dalam bidang keamanan maupun tata kelola pemerintahan. Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade, ia telah menjalani tugas-tugas strategis yang menjadi pilar penting dalam kariernya.

Setelah lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) pada tahun 1988, Nana Sujana memulai perjalanan panjangnya di tubuh Polri. Ia bukan sosok yang terburu-buru mencari sorotan, melainkan membiarkan hasil kerjanya berbicara. Kiprahnya banyak dihabiskan dalam bidang intelijen dan keamanan strategis—ruang-ruang yang menuntut ketepatan analisa serta penguasaan situasi.

Sebagai anggota Polri, Nana bukan hanya meniti jenjang jabatan, tetapi membangun reputasi. Ia dipercaya mengemban posisi penting dalam bidang intelijen, mulai dari tingkat daerah hingga pusat. Kemampuannya dalam membaca peta ancaman dan menjaga stabilitas keamanan nasional menjadikannya figur sentral dalam banyak operasi strategis, terutama dalam penanganan konflik horizontal, radikalisme, dan ancaman stabilitas politik nasional.

Karirnya semakin bersinar saat menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) pada April 2019, dan kemudian Kapolda Metro Jaya pada Januari 2020. Di tengah berbagai tantangan, termasuk dinamika sosial yang kompleks dan tekanan politik yang tinggi, Nana dikenal sebagai pemimpin yang tenang namun tegas, humanis tetapi tidak kompromistis terhadap hukum.

Ketika memimpin Polda Metro Jaya, ia menghadapi berbagai peristiwa besar nasional—mulai dari pengamanan aksi demonstrasi besar hingga penanggulangan kejahatan urban di ibu kota. Di tangan Nana, stabilitas Jakarta dijaga tanpa menanggalkan pendekatan humanis dan profesionalisme kepolisian modern. Ia bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga membangun komunikasi publik yang kuat, memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

Namun, pada November 2020, Nana dimutasi dari jabatannya, sebuah keputusan yang saat itu cukup mengejutkan publik. Meski begitu, ia tetap profesional dan kemudian menjabat sebagai Koordinator Staf Ahli (Koorsahli) Kapolri, posisi strategis dalam merumuskan kebijakan berbasis intelijen dan keamanan.

Nana Sujana kembali bersinar ketika dilantik  sebagai Kapolda Sulawesi Utara, pada Februari 2021, dan kemudian Kapolda Sulawesi Selatan pada Oktober 2021 hingga Maret 2023. Ia memimpin penegakan hukum dan keamanan di wilayah yang juga memiliki tantangan khas seperti konflik horizontal, penegakan hukum di wilayah adat, serta potensi gangguan keamanan politik. Di sini, ia dikenal sebagai pimpinan yang aktif turun ke lapangan, menjalin komunikasi dengan tokoh masyarakat, dan menekankan pentingnya pendekatan yang tidak represif dalam menjaga ketertiban.

Dari Polisi ke Pejabat Sipil

Purna tugas dari Polri tidak berarti akhir dari pengabdian. Justru di sinilah babak baru dimulai. Ia dipercaya menjadi Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI pada Maret 2023. Jabatan ini memosisikannya sebagai pengawas internal yang bertanggung jawab terhadap integritas dan akuntabilitas birokrasi di lembaga legislatif.

Tak lama kemudian, Presiden Jokowi menunjuknya sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah pada September 2023, menggantikan Ganjar Pranowo yang habis masa jabatannya. Komjen Pol (Purn.) Nana Sujana dipercaya mengemban jabatan sipil strategis dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, menunjukkan betapa reputasi dan integritasnya telah menjelma menjadi aset negara yang tak ternilai.

Di posisi barunya, Nana tetap membawa semangat profesionalisme dan pendekatan intelijen yang selama ini menjadi kekuatannya. Ia bertransformasi dari pengawal keamanan menjadi pengelola kebijakan, dari aktor teknis menjadi pembentuk arah. Dalam jabatan sipil yang diembannya, ia fokus pada isu-isu strategis nasional, terutama yang menyangkut stabilitas politik, ketahanan sosial, serta koordinasi antar lembaga negara.

Keputusan ini sempat menuai pro dan kontra karena latar belakangnya sebagai purnawirawan jenderal: Mampukah seorang jenderal polisi mengelola kompleksitas sosial-ekonomi sebuah provinsi besar seperti Jawa Tengah?

Senyap tapi Berdampak

Di bawah kepemimpinan Nana Sujana, Jawa Tengah tidak hanya menjadi daerah yang aman secara statistik, tetapi juga nyaman secara sosial. Ia memulainya dari hal paling mendasar: mendengarkan. Ia turun ke desa-desa, berdialog dengan petani, nelayan, pelaku UMKM, tokoh agama, dan pemuda. Bukan sekadar seremoni, tapi benar-benar menyerap aspirasi mereka.

Di sektor ekonomi, misalnya, Nana tak terjebak pada skema investasi besar-besaran yang menguntungkan segelintir, tetapi mendorong ekonomi inklusif. Pola kepemimpinannya yang tenang dan senyap, ia secara perlahan berhasil membangkitkan denyut ekonomi Jawa Tengah pasca pandemi.

Pada semester pertama tahun 2024, ekonomi Jawa Tengah tumbuh sebesar 4,92% (year-on-year)—sebuah capaian yang mencerminkan ketahanan dan geliat aktivitas ekonomi masyarakat. Pertumbuhan ini bukan hanya statistik, tapi terasa dalam denyut kehidupan sehari-hari: pasar yang lebih ramai, industri yang menggeliat, dan UMKM yang mulai menata ulang harapan.

Lebih jauh lagi, angka pengangguran turun signifikan, dari 5,13% (Agustus 2023) menjadi 4,39% (Februari 2024). Artinya, makin banyak warga yang terserap ke dunia kerja, sebuah indikator penting dari perbaikan daya beli dan stabilitas sosial.

Tak kalah penting adalah catatan tentang penurunan angka kemiskinan. Pada Maret 2024, persentase penduduk miskin menurun menjadi 10,47%, dari sebelumnya 10,77% pada Maret 2023. Angka ini bukan sekadar hasil teknokratis, melainkan buah dari serangkaian kebijakan yang berpihak—mulai dari perlindungan sosial, peningkatan akses pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi desa.

Yang lebih menggembirakan adalah penurunan kemiskinan ekstrem, dari 1,97% di tahun 2022 menjadi hanya 1,11% pada 2023. Ini adalah langkah besar menuju keadilan sosial yang nyata—bukan hanya sekadar mengurangi jumlah orang miskin, tapi menyasar mereka yang paling rentan.

Dalam dimensi kesehatan, prevalensi stunting yang selama ini menjadi tantangan pembangunan sumber daya manusia juga menunjukkan perbaikan. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), angka stunting turun tipis dari 20,8% (2022) menjadi 20,7% (2023). Memang belum drastis, tapi ini menandakan konsistensi upaya pencegahan sejak dini.

Semua ini menunjukkan bahwa pembangunan bukan sekadar janji, melainkan proses berkelanjutan yang bisa diukur, dirasakan, dan diuji oleh waktu. Jawa Tengah sedang menapaki jalannya sendiri—pelan tapi pasti, menuju provinsi yang lebih adil, sejahtera, dan berdaya.

Nana meyakini bahwa upaya untuk menyejahterakan masyarakat tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri, tapi butuh sinergi dengan instansi-instansi terkait.

Dari berbagai capaian pembangunan Jawa Tengah, deretan penghargaan pun ia raih dalam 1,5 tahun memimpin Jateng. Di antaranya penghargaan insentif fiskal atas kinerja baik dalam menurunkan angka stunting dan Insentif Fiskal Kategori Kemiskinan Ekstrem. Nana dianggap patuh dalam memverifikasi data percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE) dan melaporkan pelaksanaannya. Bahkan, alokasi anggaran APBD maupun penunjangnya, juga dinilai berpihak pada upaya pengentasan kemiskinan ekstrem.

Tak hanya itu, Nana juga menyabet Digital Government Award dengan Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Tertinggi, Badan Publik Informatif Terbaik Nasional enam kali berturut-turut dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Berkinerja Terbaik se-Jawa Bali Tahun 2024.

Tak kalah menonjol adalah capaian di bidang olahraga dan pariwisata. Melalui program Specta Jateng (Sport Tourism Event Jawa Tengah), Nana berhasil mengangkat potensi daerah melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan olahraga berskala nasional dan internasional. Lebih dari 14 cabang olahraga digelar, yang tidak hanya meningkatkan prestasi olahraga, tetapi juga mendorong sektor UMKM, perhotelan, dan pariwisata. Kebijakan ini memperlihatkan kemampuannya dalam berpikir lintas sektor dan menciptakan multiplier effect bagi ekonomi lokal.

Namun, Nana Sujana bukan tipikal pemimpin yang memburu panggung. Ia membiarkan catatan kerjanya menjadi pembicaraan. Ia membangun loyalitas melalui keteladanan, bukan intimidasi. Ia memimpin dengan kepala dingin, tetapi dengan keberanian mengambil risiko dalam keputusan-keputusan penting.

Di tengah arus pemimpin populis dan gempita media sosial, Nana Sujana tetap menjadi representasi dari kepemimpinan hening namun berdampak. Kepemimpinan yang tak sibuk menjelaskan diri, tetapi sibuk bekerja membela kepentingan bangsa.

Perjalanan karir Komjen Pol (Purn) Nana Sujana adalah cerita tentang pengabdian yang konsisten, transisi yang mulus dari dunia keras intelijen ke panggung pemerintahan yang demokratis. Ia menunjukkan bahwa keberhasilan bukan hanya soal jabatan tinggi, tetapi tentang bagaimana memelihara kepercayaan publik, menjaga amanah, dan memberi makna pada setiap posisi yang diemban.

Dari lorong gelap operasi intelijen, hingga terang benderang meja kebijakan publik, Nana Sujana telah menorehkan jejak yang kokoh: bahwa keheningan juga bisa menggema, dan bahwa kerja nyata selalu menemukan jalannya untuk diakui sejarah. (*)

*Penulis adalah Watir Pradhika, pendiri Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *