JAKARTA, Rilpolitik.com – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Muhammad Khozin, mendorong supaya Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) direvisi.
Dorongan itu disampaikan merespons putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemilu nasional dan daerah dipisah.
Menurut Khozin, keputusan-keputusan MK bisa menghasilkan preseden buruk tanpa ujung. Sehingga, kata dia, sangat mungkin DPR RI akan merevisi UU MK supaya ada batasan yang mengaturnya.
“Mungkin saja, mungkin saja. Mungkin sangat mungkin ya,” kata Khozin usai menghadiri diskusi Fraksi PKB terkait pemilu bersama Ketua KPU hingga Bawaslu di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
Khozin mengatakan DPR membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk membentuk undang-undang. Tapi dengan mudahnya justru dibatalkan oleh MK dengan membentuk norma baru.
“Kita memproduk satu UU itu bisa setahun, dua tahun, effort-nya luar biasa. Sementara MK nunggu di ujung kemudian dengan pemahamannya, dengan keyakinan tafsirnya sendiri kemudian membatalkan membikin norma baru,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, menyebut MK sering kali menghasilkan keputusan yang kontroversial. Salah satunya kontroversi soal putusan pemilu nasional dan daerah dipisah. Meski begitu, ia mengakui putusan MK bersifat final dan mengikat.
Ia juga menyinggung putusan MK terkait usia wakil presiden sebagai persyaratan pencalonan pilpres yang diubah. Ia menilai putusan MK itu menimbulkan kontroversi dan tak menghitung dampak lebih luas.
“Saya tidak mengatakan final dan banding kemudian kita tidak akui, tapi kontroversi. Dan itu muncul di Mahkamah yang di situ putusannya nggak bisa lagi dibanding lagi. Sudah final, tapi kontroversi,” ujar Jazilul.
“Umur usia presiden, wakil presiden, kemarin juga sama, pendidikan dasar dan menengah. Jadi tidak menghitung keuangan negara dan runutan di dalam semua sistem,” tambahnya
Ia mengatakan MK kerap membuat norma baru. Jazilul mengatakan kewenangan MK adalah penjaga konstitusi, bukan ikut mengatur konstitusi yang dibuat oleh DPR RI.