HukumNasional

Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Kejahatan Oknum Paspampres Harus Diadili di Peradilan Umum

5645
×

Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Kejahatan Oknum Paspampres Harus Diadili di Peradilan Umum

Sebarkan artikel ini
Warga Aceh diculik dan dianiaya onum Paspampres hingga tewas.

Rilpolitik.com, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai kasus kejahatan penculikan dan pembunuhan oleh oknum anggota Paspampres terhadap warga Aceh bernama Imam Masykur adalah suatu bentuk kejahatan kejam, keji dan tidak berperikemanusiaan.

Koalisi mendesak agar proses hukum terhadap oknum anggota Paspampres itu dilakukan dalam peradilan umum dan tidak dalam peradilan militer. Hal ini menjadi penting untuk memastikan proses hukumnya berlangsung dengan transparan dan akuntabel.

“Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi dalam penyelesaian kasus ini sehingga keadilan bagi korban dan keluarganya dapat terpenuhi,” demikian keterangan pers yang diterima Rilpolitik.com pada Senin (28/8/2023).

Koalisi menilai tindakan penculikan dan penyiksaan yang berujung kematian warga sipil oleh oknum anggota Paspampres tidak hanya telah mencoreng nama kesatuan pengamanan Presiden itu sendiri, tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI belum berhenti. Sebelumnya terdapat kasus-kasus kekerasan aparat TNI yang terjadi di sejumlah daerah terutama di Papua.

“Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota militer yang terlibat kejahatan,” ungkapnya.

Selama ini, lanjutnya. terdapat kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI tetapi penghukumannya ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang dibebaskan.

“Misalnya adalah kasus penyerangan Lapas Cebongan, kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, Kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Eluay, Kasus korupsi pembelian helikopter AW-101, kasus korupsi Basarnas, dll,” urainya.

Penghukuman yang tidak adil, menurutnya, terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.

“Peradilan militer selama ini cenderung menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang terlibat kejahatan. UU Nomor 31 tahun 1997 yang menjadi dasar peradilan militer sejatinya memang didesain untuk melindungi anggota militer yang melakukan kejahatan dan melindungi rezim Soeharto karena UU ini dibuat di masa akhir pemerintahan orde baru. Politik hukum undang undang peradilan militer sepenuhnya untuk melindungi kepentingan rezim Soeharto serta anggota militer yang melakukan kejahatan,” tuturnya.

Sebab itu, Koalisi mendesak kepada Presiden dan DPR agar segera melakukan reformasi peradilan militer dengan cara membuat Perppu tentang perubahan sistem peradilan militer atau segera mengajukan revisi terhadap UU peradilan militer. Presiden dan DPR tidak boleh diam apalagi takut untuk melakukan agenda reformasi peradilan militer.

“Presiden dan DPR jangan lari dari tanggung jawab konstitusionalnya untuk melakukan penegakan prinsip negara hukum yang di dalamnya mengharuskan adanya asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Tidak boleh ada warga negara yang diistimewakan di hadapan hukum. Semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum sehingga semua wajib diadili dalam peradilan yang sama jika terlibat kejahatan yakni di dalam peradilan umum,” tegasnya.

Koalisi mengatakan, agenda reformasi peradilan militer adalah sebuah mandat rakyat yang telah dituangkan dalam TAP MPR nomor VII tahun 2000 dan mandat UU nomor 34 tahun 2004 itu sendiri (Pasal 65 UU TNI).

Dengan demikian, lanjutnya, tak ada alasan bagi Presiden dan DPR untuk tidak melakukan pembahasan revisi UU nomor 31 tahun 1997. Apalagi kasus kekerasan dan kejahatan (penculikan, pembunuhan, korupsi, penyiksaan dll) terus berulang yang melibatkan oknum anggota militer. Reformasi peradilan militer adalah sebuah keharusan dan kewajiban konstitusional yang harus segera dilakukan Presiden dan DPR.

“Koalisi mendesak penyelesaian kasus penculikan dan pembunuhan terhadap Imam Masykur harus diadili dalam peradilan umum dan tidak melalui peradilan militer. Kami juga mendesak Presiden dan DPR untuk segera melakukan reformasi peradilan militer diantaranya dengan merevisi UU Peradilan Militer dan tidak menunda-nundanya lagi. Penundaan proses reformasi peradilan militer akan membuka ruang besar kembali berulangnya kejahatan dan kekerasan seperti dalam kasus Imam Masykur dan kasus lainnya,” tukasnya.

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari sejumlah organisasi yaitu Imparsial, Kontras, Amnesty International, YLBHI, PBHi, LBH Jakarta, Centra Initiative, Walhi, HRWG, ICW, Forum de Facto, ICJR, Setara Institute, dan LBH Masyarakat.

Sebelumnya, beredar kabar tentang penganiayaan yang dilakukan oleh anggota Paspampres terhadap seorang warga asal Aceh di Jakarta.

Penganiayaan hingga menyebabkan hilangnya nyawa korban itu disebut-sebut diawali dengan tindak pidana penculikan dan pengancaman.

Dalam unggahan yang beredar viral di media sosial Instagram, korban dalam kasus ini bernama Imam Masykur (25) asal Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh.

Dalam unggahan itu, disebutkan juga anggota Paspampres itu sempat meminta uang tebusan sebesar Rp50 juta.

(Abn/Rilpolitik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *