DaerahEkonomi

KAMURA Soroti Kemiskinan di Madura, Harap KEK Tembakau Jadi Solusi Kesejahteraan

×

KAMURA Soroti Kemiskinan di Madura, Harap KEK Tembakau Jadi Solusi Kesejahteraan

Sebarkan artikel ini
Ketua Komunitas Muda Madura (KAMURA), Subairi Muzakki. [Foto: Ah/rilpolitikcom]

BANGKALAN, Rilpolitik.com – Ketua Komunitas Muda Madura (KAMURA), Subairi Muzakki menyoroti angka kemiskinan di Madura yang selama puluhan tahun selalu berada di peringkat teratas di Jawa Timur. Dan selama itu pula, kata dia, belum ditemukan solusi pengentasannya.

Hal itu disampaikan Subairi saat menyampaikan sambutan dalam acara Seminar dan Fokus Group Discussions (FGD) dengan tema, ‘Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Potensi Industri Hasil Tembakau Madura’ yang diselenggarakan KAMURA bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di Aula Syaikhona Kholil, UTM, Bangkalan, Madura, Senin (17/11/2025).

“Kalau kita kaji kenapa Madura tidak pernah maju selama ini, kita selama puluhan tahun merasa empat kabupaten di Madura selalu berada di titik terendah statistik Jawa Timur angka kemiskinannya. Tidak pernah bergeser. Kalau tahun ini Bangkalan, tahun depan Sumenep, tahun depan lagi Sampang, terus begitu selama puluhan tahun,” kata Subairi.

“Selama puluhan tahun itu juga kita selalu mencari apa problemnya dan bagaimana solusinya. Kok nggak dapet-dapet solusinya. Kok nggak keluar-keluar ini Madura dari statistik kemiskinan. Padahal, ada UTM sebagai pusat ilmu di Madura dan juga Indonesia,” imbuhnya.

Menurut Subairi, salah satu penyebab Madura selalu menjadi penyumbang angka kemiskinan terbesar di Jawa Timur adalah tidak adanya industri yang hidup di Pulau Madura. Akibatnya, tidak ada nilai tambah dari bahan baku yang dihasilkan dari tanah Madura.

“Nah, salah satunya dalam kajian kami (kenapa angka kemiskinan di Madura tinggi), karena tidak ada industri yang hidup di Madura. Karena kalau kita baca teori-teori ekonomi seluruhnya mengatakan bahwa sebuah masyarakat tidak akan pernah maju jika tidak ada industrialisasi. Dan tidak akan pernah kesejahteraan ada jika masyarakatnya tidak mampu memproduksi nilai tambah. Selama ini industri tidak ada, nilai tambah pun tidak ada,” ungkapnya.

Subairi berpandangan, Madura selama ini terjebak dalam komoditas berbasis bahan mentah. Ia mencontohkan beberapa komoditas Madura seperti tembakau dan garam yang dijual mentah, sehingga tidak dapat memberikan nilai tambah terhadap masyarakat lokal.

“Tembakau dijual hanya sebagai bahan baku. Sapi pun sebagai komoditas unggulan juga di Madura dijual tanpa hilirisasi. Begitu juga dengan garam, dijual mentah. Sehingga yang menikmati nilai tambah bukan orang Madura, tetapi luar Madura,” ucap Ketua Penyusunan Naskah Akademik KEK Tembakau Madura-KAMURA itu.

Hal itu, kata dia, tercermin dari besaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima empat kabupaten di Madura pada 2024 yang dinilainya sangat kecil.

Ia membeberkan kontribusi industri tembakau terhadap pendapatan negara yang mencapai Rp230 triliuan pada 2024, tertinggi di atas migas dan deviden BUMN. Dari angka tersebut, sekitar Rp72 triliun disumbang oleh Madura. Sebab, 30 persen tembakau nasional berasal dari Madura.

“Tetapi berapa yang kembali ke Madura? Dari total 4 kabupaten hanya Rp200 miliar. Kenapa? Karena nilai tambahnya tidak dibuat di sini, nilai tambahnya dibuat di luar Madura. Kenapa? Pabrik-pabrik besar di luar Madura, perusahaan-perusahaan besar di luar Madura. Mereka yang bayar cukai, mereka juga yang menerima dana bagi hasil cukai. Madura tetap begini-begini saja,” tuturnya.

Namun, lanjut dia, maraknya kemunculan industri pabrik rokok rakyat dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi harapan baru bagi masyarakat Madura. Sebab, keberadaannya telah membuat harga tembakau menjadi stabil dan ribuan tenaga kerja terserap. Sehingga, angka kemiskinan di Madura menjadi turun.

“Ada peluang selama 5 tahun terakhir ada industri pabrik rokok rakyat. Pabrik rokok rakyat sudah berhasil, pertama membuat harga tembakau petani stabil bahkan cenderung naik terus kecuali musim ini karena faktor cuaca. Kedua, pabrik rokok rakyat telah menyerap ribuan tenaga kerja di Madura di empat kabupaten. Itu angkanya riil,” kata dia.

“Dan pada akhirnya pabrik rokok rakyat secara statistik berhasil mengentaskan kemiskinan di Madura. Angka kemiskinan turun belakangan ini, salah satunya karena pabrik rokok rakyat,” tambahnya.

Pabrik-pabrik tersebut, ucap Subairi, bukan industri besar yang difasilitasi negara, melainkan industri kecil yang lahir akibat keprihatinan atas harga tembakau yang dinilai tidak adil bagi petani.

“Industri ini bukan industri besar. Bukan industri yang difasilitasi oleh negara. Tapi industri yang lahir dari bawah, dari semangat para petani, dari asosiasi petani yang merasa harga tidak adil bagi petani, kemudian membuat pabriknya sendiri,” ujarnya.

Oleh karena itu, Menurut Subairi, geliat industri tembakau di Madura ini harus dikawal dengan benar. Salah satunya melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tembakau yang sedang diinisiasi Komunitas Muda Madura (KAMURA).

“Ini adalah geliat industri yang harus kita kawal bersama. Gimana cara mengawalnya? Salah satunya yang kami usung di KAMURA adalah menciptakan yang namanya Kawasan Ekonomi Khusus Tembakau. Karena kalau tidak ada sistem yang mengatur, yang menyambut geliat industri ini, kami khawatir industri ini hanya jadi fenomena sesaat. 5 tahun oke, 6-7 tahun belum tentu sampai 10 tahun sudah habis. Karena kalah saing dengan korporasi besar di luar sana. Karena kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak,” jelasnya.

KEK Tembakau ini nantinya diharapkan membentuk ekosistem industri yang menghubungkan petani, pengusaha rokok, dan pengusaha industri hasil tembakau lainnya.

“Ini juga harapan kami kenapa menempatkan dan berkolaborasi dengan UTM dalam desain KEK yang kami buat. UTM menempati peran yang sangat sentral. Dalam bayangan kami, UTM adalah otaknya, center of knowledge, centrer of research development-nya. Di sini kami bayangkan lahir produk-produk baru non rokok misalnya dari tembakau dan segala macemnya,” pungkasnya.

(Ah/rilpolitik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *