Rilpolitik.com, Jakarta – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani memandang negatif pernyataan Presiden Joko Widodo di perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-59 Partai Golkar yang menyebut Pemilu 2024 penuh dengan drama.
Julius menilai Presiden Jokowi seolah meminta publik untuk tidak perlu mengkritisi semua keanehan yang terjadi pada proses pemilu kali ini. Pasalnya, pernyataan Jokowi itu dinilai berbanding terbalik dengan realita yang terjadi di lapangan.
Menurut Julius, Jokowi sedang berusaha membungkam suara kritis rakyat atas keanehan yang terjadi dalam proses demokrasi ini.
“Seperti semua itu diminta diam, tidak usah merespons, tidak usah berisik, tidak usah komentar. Ikuti saja orkestrasi dia,” kata Julius dikutip dari Mediaindonesia.com pada Kamis (9/11/2023).
Julius mengatakan, dalam konteks negara demokrasi, negara harus memfasilitasi semua perbedaan pendapat di masyarakat.
Namun, lanjutnya, dengan menganggap perbedaan pemikiran dan adu gagasan sebagai drama, Jokowi dianggap sedang berusaha menutup ruang beradu gagasan.
“Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa tidak boleh ada perdebatan. Tidak boleh ada keributan. Semuanya satu komando. Semua harus nurut,” ujarnya.
“Artinya ini statement yang dapat dimaknai sebagai statement antidemokrasi, sebagai statement yang betul-betul merepresi akal pikiran warga dan juga ekspresi dari warga negara,” jelasnya.
Julius menyebut Prasiden Jokowi saat ini sedang melakukan operasi senyap untuk merekayasa demokrasi, utamanya pada kontestasi Pemilu 2024.
“Yang dilakukan adalah operasi senyap tanpa drama orkestrasi. Dia melakukan dengan metode intelijen yang isinya merekayasa demokrasi kita, merekayasa pemilu kita. Itu sudah terlihat mulai dari pencapresan pencawapresan,” tuturnya.