Rilpolitik.com, Jakarta – Pegiat Media Sosial Mohamad Guntur Romli mengatakan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, Demokrat dan PKS sedang mengalami dilema politik yang luar biasa. Penyebabnya adalah pengisian posisi calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Anies Baswedan yang hingga saat ini masih kosong.
Guntur menilai Partai Demokrat akan memaksakan Ketua Umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Cawapres Anies. Sementara dua partai lainnya terkesan menginginkan sosok cawapres dari luar koalisi perubahan.
Kondisi itu Guntur sebut sebagai simalakama politik. Sebab, Partai Demokrat bisa saja menarik diri dari koalisi Anies jika AHY tak dipilih sebagai cawapres. Itu artinya, koalisi perubahan akan bubar karena tidak mencapai syarat presidential threshold (PT) 20 persen untuk mengajukan pasangan capres-cawapres.
“Koalisi Anies memang bisa bubar kalau bukan AHY sebagai Cawapres Anies. Karena Demokrat akan menarik dukungan dari kubu Anies. Inilah simalakama politik,” kata Guntur dalam tayangan Channel Youtube Cokro TV sebagaimana Rilpolitik.com lihat pada Sabtu (12/8/2023).
Sementara itu, lanjut Guntur, koalisi perubahan memang membutuhkan sosok cawapres yang berlatarbelakang Nahdlatul Ulama (NU) agar Anies bisa meraup suara dari warga ormas Islam terbesar di Indonesia itu. Hal itu, menurut Guntur, tidak akan bisa dilakukan oleh AHY.
“Kalau AHY dipaksakan jadi Cawapres Anies, maka suaranya tidak akan menambah dan tidak akan bisa meraup suara NU. Anies tidak akan menjadi penantang serius di Pilpres 2024,” ujar Guntur.
Namun menjadi dilema, kata Guntur, karena koalisi perubahan terancam bubar jika AHY terpental dari posisi cawapres Anies.
“Kalau AHY tidak ditunjuk sebagai Cawapres Anies, maka koalisi Anies bisa bubar. Nasdem dan PKS tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan Capres,” ucapnya.
Itulah sebabnya, kata Guntur, Partai Demokrat berang dengan munculnya nama Yenny Wahid dalam bursa Bakal Cawapres Anies Baswedan.
“Karena bagi mereka, AHY adalah harga mati untuk Cawapres Anies,” tutur Guntur.
Diketahui, Yenny Wahid dan Jansen Sitindaon dari Partai Demokrat (PD) terlibat perseteruan di media sosial Twitter beberapa hari terakhir ini.
Peristiwa ini berawal dari Jansen yang merupakan Wakil Sekjen PD itu menyebut secara lantang bahwa Yenny Wahid tak layak jadi Cawapres Anies Baswedan. Alasannya, Yenny lebih merepresentasikan sebagai bagian dari rezim berkuasa saat ini sehingga tidak cocok dengan koalisi Anies yang mengusung jargon perubahan.
Menurut Jansen, figur yang cocok jadi cawapres Anies itu adalah sosok yang secara politik berseberangan dengan rezim dan menginginkan perubahan. Hal ini, kata Jansen, berlaku untuk semua pihak yang ingin mengisi posisi cawapres Anies.
Sebab itu, lanjut Jansen, siapapun yang masih menjadi bagian dari rezim Jokowi tidak usah bermimpi untuk jadi cawapres Anies.
“Jadi bagi para peminat, jika diri anda selama ini tidak merepresentasikan perubahan — apalagi jadi bagian dan ikut menikmati rezim ini — saya pribadi berharap anda cari koalisi lain saja jika mau jadi Cawapres,” tegas Jansen pada Rabu (9/8/2023).
Ia pun secara tegas mempersilakan Yenny Wahid untuk jadi cawapres dari koalisi lain, terutama yang mengusung jargon keberlanjutan.
Yenny merespon pernyataan pedas Jansen. Ia mengatakan, dirinya tidak pernah mengajukan diri sebagai cawapres Anies. Malah, Yenny mendukung agar AHY yang jadi Cawapres mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
“Justru saya mendukung mas AHY jadi cawapres Mas Anies,” kata putri KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu pada Kamis (10/8/2023).
Merasa kesal, Yenny pun mengancam akan menolak jika Ketum AHY meminta dukungan pada Pilpres 2024 mendatang.
“Kalau situ belum apa2 udah menolak saya, pas bossmu butuh dukungan, saya emoh (tidak mau) lho,” tandas Yenny. (Abn)