Rilpolitik.com, Jakarta – Dosen Fakultas Hukum Monash University Australia, Nadirsyah Hosen mempertanyakan sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) atas kondisi demokrasi belakangan ini yang terkesan dikebiri oleh rezim berkuasa Presiden Joko Widodo.
Pernyataan Nadir ini disampaikan merespon kicauan Ketua Tanfidziyah PBNU Alissa Wahid di X hari ini, Minggu (12/11/2023). Dalam kicauannya itu, Alissa mengunggah sebuah foto pemandangan gunung yang berkabut.
Pada unggahannya itu, Alissa memberi keterangan. “Suram… sesuram fundamental demokrasi Indonesia hari-hari ini,” tulisnya.
Nadir langsung merespon unggahan tersebut. Menurutnya, PBNU harus bersikap atas kondisi bangsa dan negara saat ini. Baginya. PBNU tak cukup hanya bilang tak terlibat politik praktis.
Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia, PBNU punya tanggung jawab moral untuk meluruskan kondisi negara yang terancam diporak-porandakan.
“Dimana suara PBNU, Ning @AlissaWahid? Gak cukup hanya bilang PBNU tidak terlibat politik praktis, atau NKRI harga mati, tapi diam tak bersikap ketika reformasi, demokrasi, etika dan negara hukum terancam diporak-porandakan,” kata Nadir.
“Suara moral dan sikap PBNU ditunggu ya Ning,” lanjutnya.
Diketahui, banyak pihak yang mengkhawatirkan kondisi demokrasi saat ini setelah putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai Cawpares 2024. Hal itu dikhawatirkan akan melahirkan kontestasi Pemilu 2024 yang tidak fair.
Terlebih, Gibran bisa maju sebagai cawapres berkat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 terkait syarat capres-cawapres.
Belakangan, Majelis Kehormatan MK membuat keputusan memecat Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi dari jabatan Ketua MK. Pemecatan ini dilakukan karena Anwar dianggap terbukti telah melanggar etik berat dalam proses pengambilan putusan yang menjadi dasar majunya Gibran sebagai Cawapres.