Rilpolitik.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menjawab kritik Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang menyebut food estate sebagai bagian dari kejahatan lingkungan. Menurut Muzani, proyek yang dijalankan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto itu merupakan bagian dari program ketahanan pangan nasional.
Muzani tidak mau Prabowo disalahkan dalam gagalnya proyek tersebut. Program food estate, kata Muzani, merupakan visi misi Presiden Joko Widodo mewujudkan ketahanan pangan Indonesia.
Ia mengatakan, tidak ada visi misi menteri di negara yang menganut sistem presidensial seperti Indonesia.
“Tidak ada program kementerian, tidak ada visi kementrian, yang ada visi presiden dan wakil presiden. Ingat, ini ada sistem pemerintahan presidensil. Pak Prabowo sepenuhnya menjalankan program pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin,” kata Muzani pada Rabu (16/8/2023).
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengkritik keras pelaksanaan proyek food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan lintas kementerian.
Menurut Hasto, proyek tersebut telah disalahgunakan dan menjelma jadi bagian dari kejahatan lingkungan.
Ia mengatakan, politik seharusnya merawat kehidupan dan menjaga bumi pertiwi dari kerusakan lingkungan.
Hasto mengungkapkan, proyek lumbung pangan itu telah membabat habis hutan-hutan. Ironisnya, proyek yang sedianya untuk mengatasi kriris pangan itu, justru gagal.
“Dalam praktik pada kebijakan itu ternyata disalahgunakan, kemudian hutan-hutan justru ditebang habis, dan food estate-nya tidak terbangun dengan baik. Itu merupakan bagian dari suatu kejahatan terhadap lingkungan,” kata Hasto pada Selasa (15/8/2023)
Program ini digagas Presiden RI Joko Widodo sejak awal kepemimpinan periode keduanya. Ia menugaskan Kementerian Pertanian, yang dinakhodai politikus Partai Nasdem Syahrul Yasin Limpo, menjadi leading sector.
Selain itu, Jokowi juga menugasi Kementerian Pertahanan, di bawah kendali Prabowo Subianto, menjadi back-up dan fokus mengurusi lahan singkong.
Namun, proyek ini dianggap gagal. DPR bahkan pernah menyebutnya kacau balau.
(Abn)