Rilpolitik.com, Jakarta – Kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya, ajudan Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Prabowo Subianto dalam debat perdana Capres 2024 pada Selasa (12/12/2023) menjadi polemik.
Kehadiran Teddy dalam acara debat yang diselenggarakan KPU RI itu menjadi polemik karena Teddy mengenakan baju berwarna biru langit, warna seragam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.
Selain itu, Dia juga duduk di barisan TKN atau pendukung Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.
Padahal, Teddy merupakan anggota aktif TNI. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangat jelas mengatur tentang netralitas ASN, TNI/Polri.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono sudah mengklarifikasi kehadiran Teddy dalam debat Capres perdana itu. Menurutnya, Teddy hanya menjalankan tugasnya sebagai ajudan Menhan.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saiful Mujani merespon klarifikasi dari Mabes TNI itu. Menurut Saiful, debat capres itu merupakan kegiatan Prabowo sebagai Capres, bukan sebagai Menhan. Sehingga dia menilai kehadiran Teddy pada acara tersebut tidak layak.
“Betul Teddy melekat pada Prabowo sebagai Menhan. Tapi debat Capres Prabowo malam itu bukan sebagai kegiatan Menhan, tapi sebagai capres,” kata Saiful dikutip dari akun X-nya pada Rabu (20/12/2023).
Saiful Mujani menegaskan kegiatan berbau politik tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
“Kegiatan capres seperti debat itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara seperti ajudan ini. apalagi teddy berseragam tim sukses dan menunjukan perilaku mendukung capres padahal ia seorang tentara aktif yang dilarang berpolitik praktis,” ujarnya.
“Minimal Teddy tidak mengenakan seragam tim sukses dan tidak bersikap mendukung secara terbuka untuk nunjukin netralitas sebagai alat negara. tapi siapa peduli sih?” sambung dia.
Lebih lanjut, Saiful mengatakan penggunaan fasilitas negara seperti ajudan oleh capres dipicu adanya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018. PP tersebut membolehkan menteri dan pejabat setingkat menteri hingga wali kota maju pilpres tanpa harus mundur dari jabatannya.
“Kisruh Teddy ini salah satu sumbernya dari aturan pemerintah menjelang pemilu 2024 yang merubah aturan sebelumnya. Menurut aturan sekarang mentri atau setingkat mentri tak harus berhenti sebagai mentri kalau ia menjadi calon presiden/wakilpresiden. sebelumnya, harus mundur.
Menurut Saiful, pejabat pemerintah yang maju kontestasi Pilpres harusnya mundur dari jabatannya.
“Ini dicontohkan dengan baik misalnya oleh pak Budiono yang mundur sebagai Gubernur BI ketika jadi cawapres 2009. Begitu harusnya upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Tapi siapa peduli di elite pemerintah sekarang?” tandasnya.
(War/rilpolitik)