NasionalPolitik

Muhammadiyah Desak Jokowi Cabut Ucapannya Soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

8009
×

Muhammadiyah Desak Jokowi Cabut Ucapannya Soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Sebarkan artikel ini
Gedung PP Muhammadiyah.

Rilpolitik.com, Jakarta – Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak kepada salah satu pasangan calon Pilpres 2024 menuai kontroversi. Terbaru, Jokowi mengklarifikasi bahwa ucapannya itu selaras dengan kententuan Pasal 299 dan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) akhirnya angkat bicara. Muhammadiyah menilai klarifikasi Jokowi itu hanya mencari-cari pembenaran saja.

“Melihat pernyataan terakhir Presiden, terkesan bahwa apa yang beliau sampaikan adalah sebuah kebenaran yang harus didukung atau setidaknya tidak ditolak. Pernyataan dimaksud tidak lain merupakan upaya mencari pembenaran,” kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo dalam keterangan persnya yang diterima rilpolitik.com pada Sabtu (27/1/2024).

Menurut Trisno, pernyataan Presiden Joko Widodo itu tidak bisa hanya dilihat dari kacamata normatif semata. Melainkan juga harus dilihat dari optik yang lebih luas yakni dari sudut pandang filosofis, etis, dan teknis.

Secara normatif, jelas Trisno, memang benar Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memiliki hak melaksanakan kampanye. Namun demikian, katanya, ketentuan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu ini tidak dapat dipandang sebagai sebuah norma yang terpisah dan tercerabut dari akar prinsip dan asas penyelenggaraan Pemilu yang di dalamnya terdapat aktivitas kampanye.

“Pelaksanaan kampanye harus dipandang bukan hanya sekedar ajang memperkenalkan peserta kontestasi politik, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (1) UU Pemilu,” jelas dia.

“Bagaimana mungkin pendidikan politik masyarakat akan tercapai jika Presiden dan Wakil Presiden (yang aktif menjabat) kemudian mempromosikan salah satu kontestan, dengan (sangat mungkin) menegasi kontestan lainnya?,” sambungnya.

Dengan demikian, lanjutnya, pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Presiden dibenarkan secara hukum untuk melakukan kampanye dan berpihak merupakan statemen yang berlindung dari teks norma yang dilepaskan dari esensi kampanye dan Pemilu itu sendiri.

Sebab itu, Muhammadiyah mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut pernyataannya yang memunculkan kesan ketidaknetralan.

“Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak,” tegas Trisno.

Dia meminta Jokowi untuk bisa menjadi contoh yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara.

“Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi,” ujarnya.

Selain itu, Muhammadiyah juga meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan. “Terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu,” katanya.

Lebih lanjut, Muhammadiyah juga menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.

(Su/rilpolitik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *