JAKARTA, Rilpolitik.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menilai ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold sebanyak 4 persen harus diubah sebelum pemilu 2029 berlangsung.
Hal tersebut sesuai dengan putusan perkara 166/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
“Norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu didesain untuk digunakan secara berkelanjutan, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR,” ” kata Ketua MK Suhartoyo dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).
MK mengatakan perubahan harus dilakukan terhadap norma ambang batas parlemen beserta besaran angka atau presentasenya. Perubahan harus berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
Dalam pertimbangan, MK setuju dengan Perludem soal ketiadaan dasar penentuan ambang batas parlemen 4 persen. MK mengatakan undang-undang tak pernah mengatur cara menentukan ambang batas, tetapi persentase ambang batas selalu dinaikkan.
“Berkenaan dengan ambang batas parlemen sebagaimana ditentukan norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal,” katanya.
MK menyerahkan perubahan aturan ambang batas parlemen kepada pembentuk undang-undang. Namun, mahkamah menitipkan lima poin.
Pertama, ambang batas parlemen baru harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, ambang batas harus tetap dalam bingkai menjaga proporsiobalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya suara yang tak dapat dikonversi menjadi kursi DPR RI.
Lalu perubahan harus dilakukan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Keempat, perubahan telah selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 digelar.
“Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR,” ucap MK.