NasionalPolitik

Menanggapi Temuan Setara Institute, Syaiful Arif: Pancasila Tidak Bisa Diganti!

5443
×

Menanggapi Temuan Setara Institute, Syaiful Arif: Pancasila Tidak Bisa Diganti!

Sebarkan artikel ini
Syaiful Arif.

Rilpolitik.com, Jakarta – Sebagai dasar negara, Pancasila tidak bisa diganti secara hukum. Pernyataan ini disampaikan Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP), Syaiful Arif, dalam diskusi daring bertajug, “Pancasila: Dasar Negara Permanen” pada Selasa (18/07/2023).

Pernyataan tersebut merupakan respon atas temuan survei Setara Institute pada Januari-Maret 2023 yang menemukan 83,3% siswa SMA menilai Pancasila bisa diganti. Artinya, menurut siswa-siwa tersebut, Pancasila bukan dasar negara permanen karena bisa diganti. Dalam survei itu ditemukan pula 56,3% siswa sepakat syariat Islam menjadi dasar negara. Artinya, separuh lebih dari siswa yang menilai Pancasila bisa diganti, sepakat mengganti Pancasila dengan syariat Islam.

Menurut Arif, penilaian 83,3% siswa tersebut salah, karena Pancasila tidak bisa diganti secara hukum.

“Pancasila adalah dasar negara yang termuat dalam Norma Fundamental Negara (Staatfundamentalnorm). Sedangkan Norma Fundamental Negara tidak bisa diubah secara hukum, sebab perubahan Norma Fundamental Negara sama dengan mengubah negara atau mendirikan negara baru,” demikian penegasan Arif.

Lebih lanjut, Arif menjelaskan, Norma Fundamental Negara kita adalah Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila. Perlindungan terhadap Pembukaan UUD telah dilakukan sejak negara ini didirikan. Hal ini terlihat dalam kekekalan Pancasila yang tidak berubah, meskipun konstitusi kita pernah mengalami perubahan, sejak UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 hingga UUDS 1950.

“Meskipun dalam Konstitusi RIS dan UUDS, redaksi Pancasila berubah, namun perubahan redaksi tidak mengubah Pancasila. Artinya, sila-silanya tetap sama dengan sila-sila dalam Pembukaan UUD 1945,” jelas penulis buku Islam, Pancasila dan Deradikalisasi (2018) tersebut.

Makanya, menurut Arif, kalau kita tengok dalam sejarah, upaya Sidang Konstituante pada 1956-1959 dalam mengganti dasar negara, secara ilmu hukum, bersifat inkonstitusional. Sebab amanat Pasal 134 UUDS yang memberikan wewenang pada Majelis Konstituante untuk merumuskan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950, hanya terbatas pada perubahan terhadap Batang Tubuh UUD, bukan terhadap Pembukaan UUD 1945.

“Kalau kita lihat, perjuangan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Konstituante misalnya, mengapa tetap mempertahankan Pancasila, ya, karena Pancasila dasar negara tidak bisa diganti. Yang bisa diganti secara hukum hanyalah pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD,” papar pengajar Kelas Pemikiran Pancasila ini.

Menurut Arif, kewenangan perubahan UUD hanya terhadap Batang Tubuh juga ditetapkan oleh Pasal 37 UUD NRI 1945. Artinya, amandemen UUD, sebagaimana pernah terjadi pada tahun 1999-2002 hanya boleh terjadi pada Batang Tubuh, dan tidak bisa menyasar pada Pembukaan UUD.

Sebab di dalam Pembukaan, terdapat dasar negara dan bentuk negara yang tidak bisa diganti. Dalam prinsip Norma Fundamental Negara, Pembukaan UUD hanya bisa diubah oleh para perumus Pembukaan tersebut. Artinya para pendiri bangsa yang bersidang dalam sidang BPUPK-PPKI pada 1945.

Arif lalu menegaskan bahwa temuan Setara Institute menunjukkan kegagalan pendidikan Pancasila dalam memberikan pemahaman terhadap siswa bahwa Pancasila tidak bisa diganti secara hukum. Hal ini menunjukkan lemahnya kualitas guru Pancasila sehingga tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai status permanen Pancasila.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *