Rilpolitik.com, Sumenep – Komisioner KPU RI Idham Holik mengajak generasi muda dan mahasiswa untuk ikut mencegah politisasi agama menjelang Pemilu Serentak 2024. Sebab, menurutnya, politisasi agama dapat merusak demokrasi.
Hal itu ia sampaikan saat mengisi Stadium General bertajuk, ‘Membaca Implikasi Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Terhadap Lahirnya Pemimpin yang Adil dan Jujur di Indonesia’, di Universitas Bahaudin Mudhary Madura pada Sabtu (10/6/2023).
Demokrasi yang baik, jelas Idham, seharusnya mengedepankan rasionalitas sehingga ruang publik penuh dengan pertarungan ide dan gagasan.
“Politisasi agama bisa mengarah pada tindak pidana. Politisasi agama bisa merusak demokrasi karena seharusnya demokrasi yang baik ditandai dengan ruang publik yang rasional, adanya perdebatan-perdebatan publik yang rasional. Rasionalitas menjadi kuncinya,” kata Idham.
Ia mengaku sependapat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo dan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar yang mengajak para kontestan politik untuk tidak menjadikan agama sebagai komuditas politik demi meraup suara.
“Karena demokrasi kita adalah demokrasi yang berdasarkan pada Pancasila. Kita harus menghormati perbedaan agama, karena perbedaan dalam kita beragama adalah sunnatullah,” ujarnya.
Idham mengatakan, politisasi agama menjadi fenomena politik pasca kebenaran (post truth) yang harus terus dilawan demi menyelematkan demokrasi.
“Jadi yang membahayakan bagi demokrasi adalah politisasi agama. Dahulu, di 2019 kampanyenya bela ummat, ada kata-kata ummat dibawa. Saya menjadi bingung, bingungnya istilah umat ini kan mengacu pada agama tertentu yang itu mayoritas. Masa mayoritas harus dibela? Kan demokrasi suara mayoritas,” tegasnya.
Ia berharap generasi muda dan mahasiswa menjadi bagian dari perubahan demokrasi menuju arah yang lebih matang.
“Jadi tahun depan kalau ada sekiranya diskursus di medsos bicara tentang politissi agama, kita sebagai penerus demokrasi, maka kita harus tegaskan itu tidak benar. Tolong dihentikan,” tukasnya. (Abn)