DaerahPolitik

Kata Pengamat 3 Parpol Paling Berdosa Bila Terjadi Calon Tunggal di Pilkada Sumenep 2024

7778
×

Kata Pengamat 3 Parpol Paling Berdosa Bila Terjadi Calon Tunggal di Pilkada Sumenep 2024

Sebarkan artikel ini
Pengamat Politik Wildan Rosaili. [Abad/rilpolitik]

SUMENEP, Rilpolitik.com – Pengamat politik Wildan Rosaili menyebut ada tiga partai politik (parpol) yang paling berdosa jika pada Pilkada Sumenep 2024 terjadi calon tunggal.

Hal itu disampaikan Wildan dalam sebuah diskusi politik bertema, “Demokrasi dan Kepemimpinan Tunggal” di Kawasan Kolor, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur pada Rabu (29/5/2024).

Wildan mengatakan, dalam 10 tahun terakhir ini, tidak ada calon tunggal di Pilkada Sumenep.

“Calon tunggal dalam beberapa perspektif itu, Sumenep dalam 10 tahun itu nggak ada,” kata Wildan.

Menurut Wildan, calon tunggal itu terjadi karena diciptakan sendiri oleh parpol yang tidak mau mengusung paslon melawan calon incumbent atau petahana.

Dia pun mengungkapkan tiga parpol yang paling bertanggung jawab atas terjadinya calon tunggal di Sumenep. Ketiga parpol tersebut adalah PPP, Nasdem, dan Demokrat.

“Siapa sih yang mengadakan calon tunggal? Pada momentum kali ini, menurut saya, yang paling berdosa atas terselenggranya calon tunggal dan potensi menurut ketua KPU itu tadi ada otoritarianisme, ada potensi kesenjangan nanti, siapa yang paling berdosa? Menurut saya hanya ada tiga. Satu, Partai PPP, Partai Nasdem, dan Partai Demokrat,” ungkap dia.

“Ini (ketiga parpol) yang menyebabkan calon tunggal,” sambungnya.

Pada dasarnya, kata Wildan, calon tunggal itu boleh secara konstitusi. Menurutnya, calon tunggal itu berangkat dari tingkat penerimaan publik terhadap calon yang akan bertarung.

“Calon tunggal itu boleh secara konstitusi. Calon tunggal itu berangkat dari dalam perspektif demokrasi itu akseptabilitas publik, rasa publik menerima,” ujarnya.

Dia mencontohkan Abdullah Azwar Anas di Pilkada Banyuwangi, Tri Rismaharini di Pilkada Surabaya, dan Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo yang sebetulnya melawan kotak kosong.

Menurut Wildan, ketiadaan lawan Anas di Banyuwangi dan Risma di Surabaya lantaran tingkat kepuasan publik terhadap kinerja keduanya mendekati angka 85 persen.

Baca juga:  Kata Warga Soal Reklamasi Pantai Gersik Putih Sumenep: Kami Tolak Sampai Darah Penghabisan

“Apa indikatornya? Pembanguanan di Banyuwangi, kemiskinan di Banyuwangi. Kemudian di Surabaya, pembangunan, kemiskinan, pelayanan, dan pariwisata tumbuh berkembang pesat. Ini yang menjadi indikator, menjadi variabel bahwa ini harus dilanjutkan,” jelasnya.

“Di Solo juga hampir calon tunggal. Apa indikatornya? Sampai hari ini saya tidak ketemu indikatornya sama dengan Banyuwangi dan Surabaya, kecuali indikatornya adalah Bapak Presiden, putra dari bapak presiden,” imbuhnya.

Prestasi Anas di Banyuwangi dan Risma di Surabaya, kata Wildan, bisa dijadikan sebagai acuan kenapa Pilkada Sumenep 2024 harus calon tunggal.

“Kalau nggak ketemu pada wilayah itu, jangan-jangan ini mendekati kepada contoh di Solo. Tetapi kan incumbent kita itu kan bukan anak seorang presiden. Kalau tidak begitu, apa sih sebenarnya variabel yang harus menjadikan dia tunggal? Maka, kalau publik tidak bisa membaca kenapa dia tunggal, sehingga tadi saya buka kalau dia dibiarkan tunggal sebetulnya bukan karena punya kekuatan kebijakan dan pembangunan, bukan karena berhasil meningkatkan ekonomi, menurunkan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, tetapi karena dibiarkan oleh tiga partai politik, Nasdem, Demokrat, dan PPP,” pungkasnya.

(Ah/rilpolitik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *