Rilpolitik.com, Jakarta – Sejumlah anak muda dari berbagai latar belakang organisasi menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi jalan pintas bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka maju pda kontestasi Pilpres 2024 sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres).
Anak muda itu membuat maklumat berjudul, “Maklumat Orang Muda untuk Demokrasi”. Dalam maklumat tersebut, anak muda menyatakan putusan MK terkait syarat usia capres-cawapres merupakan sirine kegawatan bagi demokrasi di Indonesia.
Dalam rilis resmi yang diterima redaksi pada Senin (6/11/2023), orang muda mengatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, yang ikut memutus perkara tersebut, adalah adik ipar dari Presiden Jokowi. Peristiwa ini mencemari MK dan mencerminkan adanya intervensi kekuasaan Jokowi.
“Putusan ini memuluskan jalan pembentukan dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memungkinkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dapat mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden 2024,” demikian bunyi rilis tersebut.
Para pemuda menilai pembentukan dinasti politik Presiden Jokowi merupakan satu dari sekian banyak fenomena yang menandakan bahwa kekuasaan oligarki masih sangat kuat di negeri ini. Oligarki adalah sistem yang membolehkan segelintir elit untuk menyalahgunakan institusi-institusi publik untuk kepentingan penumpukan kekayaan privat.
“Penyalahgunaan tersebut dimulai dari pengeluaran berbagai kebijakan yang nirpartisipasi publik bermakna hingga merusak aturan main demokrasi yang ada. Oligarki merupakan biang kerok utama dalam kemunduran demokrasi yang terjadi di Indonesia saat ini,” katanya.
Mereka menilai para elite politik Indonesia hanya memanfaatkan anak muda sebagai strategi untuk maraup suara. Mereka tidak yakin majunya Gibran menjadi Cawapres sebagai upaya mendorong anak muda menduduki kursi pimpinan nasional.
“Naiknya wacana peran orang muda dalam politik tidak lain hanyalah strategi “gincu elit” belaka,” ujarnya.
“Wacana tersebut tidak untuk menyoroti masalah ketidakadilan sosial antargenerasi yang dapat menegaskan pentingnya peran orang muda dalam berpolitik. Melainkan, peran pemuda lebih pasif, hanya sebatas alat untuk meraup suara untuk kekuasaan oligarki dalam Pemilu 2024,” lanjutnya.
Penggunaan narasi “pemimpin muda” yang berkelindan dengan dinasti politik dalam pencalonan Gibran menunjukkan betapa manipulatifnya para elit dalam menggunakan narasi orang muda.
Pada maklumat tersebut, para pemuda menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memecat Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman secara tidak hormat atas pelanggaran etik.
Dua, meminta semua pejabat publik yang berkonflik kepentingan dengan Pemilu 2024, termasuk Presiden Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya.
“Tiga, menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dengan menjadikannya 0% dalam UU Pemilu.
Lima, mencabut seluruh ketentuan undang-undang dan kebijakan yang digunakan untuk melanggengkan kekuasaan oligarki.
Maklumat ini ditandatangani oleh sejumlah aktivis muda dari berbagai organisasi di antaranya: Axel Paskalis dari Public Virtue Research Institute, Decmonth Pasaribu dari Extinction Rebellion Indonesia, Alva Maldini (Lingkar Studi Feminis), Eva Nurcahyani (BEM STHI Jentera), Hafizh Nabiyyin (Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet), Syahdan (Bangsa Mahardhika), Rivaldi Haryo Seno (Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi), Jihan Faatihah (Perempuan Mahardhika), Elza Yulianti (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia), Muhammad Arira Fitra (Suara Muda Kelas Pekerja), dan Pradnya Wicaksana (peneliti independen).
Abn/rilpolitik)