Rilpolitik.com, Jakarta – Admin dari akun X Neo Historia Indonesia, @neohistoria_id menerima pesan gelap berisi ancaman setelah mengunggah tulisan tentang Wiji Thukul di hari ulang tahunnya pada 26 Agustus 2023. Pesan gelap itu diterima melalui aplikasi perpesanan WhatsApp.
Dalam tangkapan layar yang diposting akun X @neohistoria_id pada Minggu (27/8/2023) malam, seseorang berkirim pesan mempertanyakan postingan Neo Historia Indonesia soal Wiji Tukul.
“Maksud anda apa pos soal2 Wiji Thukul?” demikian isi pesan tersebut.
Si pengirim pesan menganggap postingan soal Wiji Thukul itu bertujuan untuk menjatuhkan kredibilitas seorang calon presiden (capres).
“Mau menjatuhkan kredibilitas Pak … (disensor). Gak gitu cara mainnya bos,” lanjut pesan tersebut.
Meski admin Neo Historia Indonesia berusaha mensensor siapa capres yang dimaksud, namun netizen menduga postingan soal Wiji Thukul dianggap menjatuhkan kredibilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Tak berhenti di situ, si pengirim pesan menebarkan ancaman akan menghabisi orang-orang di balik Neo Historia Indonesia.
“Saya lacak lokasi kalian hancur kalian semua. Saya jamin,” ujarnya.
Neo Historia Indonesia berusaha mengklarifikasi postingannya soal Wiji Thukul. Pihaknya menegaskan postingan tersebut tidak ada kaitannya dengan politik yang berkembang saat ini.
“Kami tegaskan bahwa postingan peringatan ulang tahun Widji Thukul pada tanggal 26 Agustus 2023 tidak memiliki hubungan apa-apa dengan politik praktis yang sedang hangat di Indonesia,” kata Neo Historia Indonesia dalam klarfikasinya.
Menurutnya, postingan tersebut murni untuk mengenang perjuangan Wiji Thukul.
“Postingan tersebut adalah murni mengenang perjuangan beliau di bidang seni dan ketidakadilan yang dialami beliau yang hingga saat ini belum selesai. Terima kasih,” tegasnya.
Berikut isi postingan Neo Historia Indonesia yang menyebabkan salah satu pendukung capres tak terima dan mengeluarkan ancaman:
Ave Neohistorian!
Hari ini adalah ulang tahun Wiji Thukul. Pria yang bernama asli Widji Widodo ini adalah penyair dan aktivis hak asasi manusia (HAM) yang lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Surakarta, Jawa Tengah.
Wiji Thukul merupakan seorang pria cadel yang tidak bisa mengucapkan huruf “r” dengan sempurna, tapi ia dianggap sangat berbahaya. Ia dikenal karena karyanya yang kuat dan berani dalam menyuarakan ketidakadilan sosial, hak-hak manusia, dan perlawanan terhadap rezim Orde Baru di bawah nakhoda Presiden Soeharto.
Tampilan Wiji Thukul kumal, tapi jika pria ini membaca puisi di tengah-tengah mahasiswa dan buruh, aparat keamanan mengecapnya sebagai seorang penghasut. Kalimat-kalimat yang terlontar dari mulut Wiji Thukul pun selayaknya peluru: tajam dan runcing.
Bukan cuma lewat puisi, kritiknya terhadap rezim Orde Baru tercermin dalam karyanya dan terhubung dengan pelbagai aksi protes. Dalam puisi-puisinya, seperti “Nyanyian Akar Rumput” dan “Di Tanah Negeri Ini Milikmu Cuma Tanah Air”, ia mengekspresikan perlawanan terhadap masalah sosial.
Semasa hidupnya, puisi-puisinya diterbitkan di dalam dan luar negeri. Pada tahun 1989, ia diundang oleh Goethe Institut untuk membacakan puisi di Kedutaan Besar Jerman di Jakarta. Ia juga tampil di acara Pasar Malam Puisi yang diadakan oleh Erasmus Huis di Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta, pada tahun 1991. Wiji Thukul juga pernah menerima penghargaan Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting di Belanda.
Akibat suara sang penyair yang lantang, ia kemudian lenyap pada 10 Januari 1998. Ia diduga menjadi korban dari Operasi Mantap Jaya yang dilakoni oleh Tim Mawar Kopassus. Berbeda dengan kebanyakan aktivis yang juga lenyap tak berbekas setelah Muchdi PR menjadi Danjen Kopasus per tanggal 22 Maret 1998, Wiji Tukul lenyap di masa tugas Prabowo Subianto sebagai Danjen Kopassus.
Meski begitu, dokumen DKP yang mengatur pemberhentian Prabowo tak membebankan kasus lenyapnya Wiji Tukul pada dirinya, melainkan hanya kasus pengamanan aktivis yakni Desmond Mahesa, Nezar Patria, Pius Lustrilanang dll sehingga dalang lenyapnya Wiji Tukul masih menjadi misteri hingga kini.
Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Ivan Fauzan
Referensi:
Dokumen DKP (KEP/03/VIII/1998/DKP)
Suyono, S. J. dkk. (2013). Seri Buku TEMPO: Wiji Thukul Teka-teki Orang Hilang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
(Abn/Rilpolitik)