Ripolitik.com, Jakarta – Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) Ade Armando mengungkapkan tak ada tafsir tunggal terkait kewajiban penggunaan jilbab bagi seorang muslimah. Sehingga, menurutnya, jilbab merupakan sebuah pilihan, bukan kewajiban.
Ade Armando mulanya berbicara tentang surat Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) ke pemerintah yang pada intinya meminta pemerintah untuk melarang sekolah negeri mewajibkan siswi non muslim memakai jilbab.
“Saya baru saja mendengar bahwa Persekutuan Gereja-Gereja Seluruh Indonesia (PGI) berkirim surat kepada pemerintah meminta agar pemerintah melarang adanya sekolah-sekolah negeri yang mewajibkan siswi non muslimnya berjilbab,” kata Ade Armando seperti Rilpolitik.com lihat dari unggahan video akun X Ade Armando, @adearmando61 pada Senin (28/8/2023).
Ade Armando mengatakan, surat tersebut sudah benar. Sebab, katanya, sudah seharusnya tidak ada kewajiban berjilbab bagi siswi non muslim di sekolah negeri.
“Itu memang kelewatan sih. Saya dukung PGI. Harusnya tidak boleh ada itu kewajiban bagi siswi non muslim untuk berjilbab,” ujarnya.
Bahkan, Ade Armando berpandangan, sekolah negeri tidak boleh membuat aturan kewajiban berjilbab untuk siswi muslim sekalipun.
“Bahwa seharusnya tidak boleh ada sekolah negeri di Indonesia yang mewajibkan siswi muslimnya pun berjilbab,” tegasnya.
Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menjelaskan banyaknya perbedaan tafsir terkait kewajiban penggunaan jilbab di internal Islam sendiri untuk kaum muslimah. Menurutnya, berjilbab itu bukan kewajiban.
“Berjilbab itu adalah sebuah pilihan, boleh iya, boleh tidak. Islam sendiri itu tidak tunggal kok interprestasinya,” jelas Ade.
“Ada orang-orang Islam yang menganggap jilbab itu harus tertutup seluruh tubuh dengan cadar, ada yang bilang tertutup tapi rambut masih boleh kelihatan. Ada yang bilang tertutup tapi lekuk tubuh masih boleh keliatan. Bahkan ada yang bilang nggak perlu sampai tertutup, yang penting sopan. Jadi di dalam Islam itu sendiri ada perbedaan interpretasi,” lanjutnya.
Ia juga menuturkan berjilbab baru menjadi tren di Indonesia pada tahun 2000-an. Sebelumnya, tak ada kewajiban berjilbab. Ia kemudian mempertanyakan, apakah berarti iman umat Islam sebelum tahun 2000 lebih rendah dari sekarang.
“Di Arab Saudi sendiri kan kewajiban berjilbab sudah dihapus. Jadi kita chill aja, kita cool aja. Sebaiknya tidak ada kewajiban berjilbab di sekolah negeri manapun di Indonesia,” tukasnya.
(Abn/Rilpolitik)