JAKARTA, Rilpolitik.com – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan tidak ada impor beras menandai langkah besar pemerintah dalam memperkuat Ketahanan Pangan Nasional. Namun di balik tekad ini, fakta dari BPS menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di posisi 10 besar negara pengimpor beras dunia. Sementara Tiongkok—dengan jumlah penduduk terbesar di dunia—justru menjadi salah satu pengimpor terkecil.
Apa yang menyebabkan kesenjangan ini? Di mana titik masalahnya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus dijawab bersama melalui strategi yang lebih kolaboratif.
Kolaborasi Pentahelix sebagai Kunci Pencegahan Korupsi Beras Bersubsidi
Pengawasan distribusi beras, terutama program beras bersubsidi (SPHP), tidak bisa lagi hanya ditopang satu institusi. Diperlukan keterlibatan semua unsur: pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, dan masyarakat. Pendekatan inilah yang menjadi inti dari Strategi Kolaborasi Pentahelix—sebuah metode yang dinilai efektif untuk mendeteksi dan mencegah praktik korupsi sejak dini.
Badan Pangan Nasional sebagai regulator utama bersama Kementerian Pertanian memegang peran krusial dalam menjamin stabilitas pangan. Di sisi lain, hasil kajian Pusat Riset Pangan BRIN menegaskan pentingnya teknologi dalam proses produksi, terutama penggunaan mesin penggilingan yang tepat agar menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik. Pengawasan berbasis teknologi ini dinilai mampu mempersempit celah korupsi di tahap produksi.
BULOG sebagai BUMN logistik pangan juga memegang peran vital, apalagi dengan rencana pembangunan 100 lumbung padi nasional di seluruh Indonesia. Sementara Baintelkam Polri, melalui perannya sebagai Tim Monitoring Utama Gerakan Pangan Murah Polri, menjadi garda terdepan dalam mengawal pelaksanaan Satgas Pangan agar distribusi beras bersubsidi tetap tepat sasaran dan bebas penyimpangan.
“Sinergi Cerdas, Beras Tanpa Bias” — Gerakan Pengawasan Baru
Inovasi Sinergi Cerdas, Beras Tanpa Bias dan sistem aduan SICEPAN (Sinergi Cerdas Beras Tanpa Bias) yang diinisiasi oleh AKBP Artanti Resdiana, peserta Diklat PKN TK. II Angkatan XXVI Tahun 2025, diharapkan menjadi alat kontrol sekaligus penyemangat bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengawasi distribusi beras bersubsidi secara berkelanjutan dan transparan.
Saatnya Bergerak Bersama
Penguatan ketahanan pangan tidak akan tercapai jika dikerjakan sendiri-sendiri. Dibutuhkan kepedulian kolektif, kerja sama lintas sektor, serta keberanian untuk melakukan kontrol sosial.
Pemerintah, BUMN, akademisi, media, dan masyarakat harus bahu-membahu mewujudkan distribusi beras yang bersih, transparan, dan bebas korupsi.
















